Seseorang datang kepada Imam Syafi’i
mengadukan tentang kesempitan hidup yang ia alami. Dia memberi tahukan
bahwa ia bekerja sebagai orang upahan dengan gaji 5 dirham. Dan gaji itu
tidak mencukupinya.
Namun anehnya, Imam Syafi’i justru menyuruh dia untuk menemui orang
yang mengupahnya supaya mengurangi gajinya menjadi 4 dirham. Orang itu
pergi melaksanakan perintah Imam Syafi’i sekalipun ia tidak paham apa
maksud dari perintah itu.
Setelah berlalu beberapa lama orang itu datang lagi kepada Imam
Syafi’i mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan. Lalu
Imam Syafi’i memerintahkannya untuk kembali menemui orang yang
mengupahnya dan minta untuk mengurangi lagi gajinya menjadi 3 dirham.
Orang itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafi’i dengan perasaan
sangat heran.
Setelah berlalu sekian hari orang itu kembali lagi menemui Imam
Syafi’i dan berterima kasih atas nasehatnya. Ia menceritakan bahwa uang 3
dirham justru bisa menutupi seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan hidupnya
menjadi lapang. Ia menanyakan apa rahasia di balik itu semua?
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa pekerjaan yang ia jalani itu tidak
berhak mendapatkan upah lebih dari 3 dirham. Dan kelebihan 2 dirham itu
telah mencabut keberkahan harta yang ia miliki ketika tercambur
dengannya.
Lalu Imam Syafi’i membacakan sebuah sya’ir :
??? ?????? ??? ?????? ??????
??? ?????? ??? ?????? ??????
Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya ia menjadi banyak.
Yang harampun masuk ke dalam yang halal lalu ia merusaknya.
Barangkali kisah ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi
kita dalam bekerja. Jangan terlalu berharap gaji besar bila pekerjaan
kita hanya sederhana. Dan jangan berbangga dulu mendapatkan gaji besar,
padahal etos kerja sangat lemah atau tidak seimbang dengan gaji yang
diterima.
Bila gaji yang kita terima tidak seimbang dengan kerja, artinya kita
sudah menerima harta yang bukan hak kita. Itu semua akan menjadi
penghalang keberkahan harta yang ada, dan mengakibatkan hisab yang berat
di akhirat kelak.
Harta yang tidak berkah akan mendatangkan permasalahan hidup yang
membuat kita susah, sekalipun bertaburkan benda-benda mewah dan serba
lux. Uang banyak di bank tapi setiap hari cek-cok dengan istri.
Anak-anak tidak mendatangkan kebahagiaan sekalipun jumlahnya banyak.
Dengan teman dan jiran sekitar tidak ada yang baikan.
Kendaraan selalu bermasalah. Ketaatan kepada Allah semakin hari
semakin melemah. Pikiran hanya dunia dan dunia. Harta dan harta.
Penglihatan selalu kepada orang yang lebih dalam masalah dunia. Tidak
pernah puas, sekalipun mulutnya melantunkan alhamdulillah tiap menit.
Kening selalu berkerut. Satu persatu penyakitpun datang menghampir.
Akhirnya gaji yang besar habis untuk cek up ke dokter sana, periksa ke
klinik sini. Tidak ada yang bisa di sisihkan untuk sedekah, infak dan
amal-amal sosial demi tabungan masa depan di akhirat. Menjalin
silaturrahim dengan sanak keluarga pun tidak. Semakin kelihatan mewah
pelitnya juga semakin menjadi. Masa bodoh dengan segala kewajiban kepada
Allah. Ada kesempatan untuk shalat ya syukur, tidak ada ya tidak
masalah.
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk serius dalam
bekerja dan itqan, hingga rezeki kita menjadi berkah dunia dan akhirat.